Sabtu, 22 Desember 2012
Sudah sebulan lebih aku berada di Belitung ini. Banyak sekali hal yang sudah terjadi di sini. Aku bisa menyimpulkan dua hal, sisi positf, dan sisi negatifnya.
Awalnya aku memang tak tahu apa-apa soal Belitung Adventure. Yang kutahu hanya aku bekerja di sebuah agen wisata petualangan di Belitung. Yang kukenal juga hanya Bang Ade, aku berharap dapat mengenal banyak hal di Belitung darinya.
Beberapa hari awal tinggal di Belitung bisa kukatakan aku sangat menikmatinya. Wajar, ini tempat baru, budaya baru, orang-orang baru, dan suasana baru. Bagiku, semua yang aku lihat, sangatlah menarik. Belitung, sebuah pulau kecil di bagian barat Indonesia, aku seperti “terdampar” di pulau asing yang kondisinya sangat-sangat berbeda dengan di Jawa. Aku yang sudah nyaman dengan kehidupan di Jogja selama tiga tahun terakhir ini, merasa sedikit kaget ketika tiba di Belitung.
Hal pertama yang menarik perhatianku adalah jalan rayanya. Yup, benar kata Mba Sasa, Belitung termasuk kota yang memiliki jalan raya terbaik di Indonesia. Tidak kutemukan ada aspal yang berlubang satu pun. Mungkin faktor jumlah penduduk Belitung yang sedikitlah yang membuatnya demikian. Jalan rayanya begitu luas, namun sangat sepi. Jumlah lampu merah bisa dihitung jari, itu pun hanya ada di pusat kota. Bagi orang yang takut naik motor di tempat ramai, di sini tempat terbaik untuk belajar naik motor. Tapi ingat, harus hati-hati karena saking sepinya jalan di sini, banyak orang naik motor sembarangan dan ugal-ugalan.
Di sini jarang sekali ada bis atau pun angkutan umum lainnya, sehari mungkin hanya ada dua atau tiga angkutan antar kabupaten. Entah karena faktor gengsi atau apa, kurasa tidak seorang pun di Belitung yang tidak bisa naik motor. Semua orang pasti memiliki kendaraan bermotor lebih dari satu di rumahnya. Dari mulai SD mereka sudah naik motor. Di sini, anak SMP pun sudah boleh membawa kendaraan bermotor.
Satu hal yang sampai sekarang aku benar-benar heran dan tidak habis pikir, kurasa motor tanpa kaca spion adalah trennya anak muda Belitung. Hampir semua motor yang dikendarai oleh anak muda, bisa dipastikan tidak memiliki kaca spion. Ketika aku tanya pada kawanku Sinta apa alasannya, dia bilang ya tidak apa-apa, sudah terbiasa tanpa kaca spion. Bagiku jawaban itu tidak menjawab pertanyaanku.
Aku pernah mencoba untuk pertama kalinya, naik motor milik Sinta yang tanpa kaca spion itu. Entah aku yang tak pandai naik motor, atau tak terbiasa tanpa kaca spion, yang jelas selama berkendara aku merasa was-was. Setiap mau belok maupun mau menyeberang, kupilih untuk berhenti saja dulu karena jika tidak begitu aku merasa nyawaku menjadi taruhannya. Dan aku memilih untuk terus berada di pinggir, karena orang di sini, naik motornya gila-gilaan, daripada kesenggol, lebih baik aku yang mengalah saja.
Itu adalah pengalaman pertamaku naik motor di sini. Setelah cukup lama, akhirnya aku pun mulai terbiasa. Sudah tidak was-was lagi sekarang. Tapi yang aku takutkan adalah jika aku pulang ke Jawa nanti, dan terbawa kebiasaan selama di sini, hmmm…bisa bahaya.
Sinta (baju merah) dan motornya
Aku pernah tersesat di Belitung, dan lucunya aku tersesat di kota! Baru sekitar seminggu aku tinggal di Belitung, aku belum hafal jalan-jalannya. Aku pulang sendiri dari Batu Mentas, saat itu hujan deras. Jalan menuju atau pun keluar Batu Mentas harus melewati perkebunan sahang (bahasa Belitungnya lada) sepanjang sekitar 5 km. Jalannya sangat sepi, serta harus melewati hutan. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat, serta tak ada seorang pun yang aku lihat sedang berladang. Di jalan itu hanya aku sendiri!
Meskipun saat itu masih siang, namun dalam suasana hujan deras, sendiri di tengah hutan, aku merasa ngeri juga. Dalam bayanganku, aku seperti ada di film-film horor Amerika, dimana tiba-tiba muncul alien saat berkendara sendiri di tengah malam.
Akhirnya, 20 menit yang sedikit menyiksa pun terlewati sudah. Akhirnya aku sampai di jalan raya. Aku melanjutkan perjalananku, dan sepanjang jalan masih terus hujan. Aku hampir saja mengalami kecelakaan. Saat itu kecepatanku sekitar 60 km/jam. Tiba-tiba ada sebuah mobil menyalip sebuah truk dari depan sana. Melihat itu, tentu saja aku refleks membelokkan motorku sedikit ke tepi. Saat itu, yang kulihat di depanku hanyalah sebuah genangan air sehingga aku tidak terlalu mempedulikannya sehingga kulewati begitu saja. Namun ternyata, genangan air itu merupakan sebuah lubang yang cukup dalam. Aku menabrak gundukan tanah tepat di depan lubang itu, dan aku kehilangan keseimbangan. Tangan kiriku lepas dari setang motor, dan kaki kiriku tergelincir, namun motor masih terus berjalan. Aku tidak bisa mengendalikannya, dan kecepatanku malah makin bertambah. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, aku hanya terus berdoa agar Tuhan mau menyelamatkanku. Entah berapa lama aku dalam posisi seperti itu, dan entah bagaimana caranya aku bisa kembali ke posisiku. Aku berhasil meraih setang motorku lagi, dan semua terjadi begitu cepat. Ajaib, aku berhasil memegang kendali motorku lagi!
Akhirnya, setelah hampir satu jam perjalanan, aku pun sampai di kota. Nah, di sinilah timbul masalah baru lagi. Aku lupa jalan pulang! Padahal jalan di sini tidak terlalu banyak cabang sebenarnya, tapi ya namanya lupa, mau bagaimana lagi. Kucoba mengingat-ingat lagi, aku coba telusuri semua jalan, tapi aku tetap tak bisa menemukan jalan yang menuju rumahku. Ada pikiran untuk bertanya pada orang, tapi tidak kulakukan karena aku ingin mencobanya sendiri, sampai ketemu pokoknya.
Tak terasa, hampir satu jam aku berputar-putar di kota hingga bensinku habis. Yah, kurasa memang sudah saatnya menyerah. Aku mampir di sebuah toko kecil untuk membeli bensin. Kutanya pada si empunya toko, ke arah mana kalau mau ke GOR. Dia jawab perempatan ke kanan, lurus aja, nanti juga ketemu. Aku merasa tadi sudah melewati jalan itu berkali-kali, tapi GOR itu tetap tak bisa kutemukan.
GOR depan rumah
Ok, kupakai ilmu feeling saja. Entah bagaimana ceritanya, feelingku benar, dan entah bagaimana caranya juga, aku menemukan jalan pulang! Di depanku berdiri gedung GOR yang aku cari-cari sejak tadi. Aku belok kiri, dan sampailah aku di kantor. Jl.Hayati Mahim No 7 ketemu, aku berhasil pulang!
Rumah sebelah