Front Office, Profesi yang Menuntut “Kepura-puraan”

Menjadi resepsionis ternyata bukanlah hal mudah. Ya, itulah pekerjaanku sekarang. Sepertinya simpel, hanya jaga di depan, ngurus check in dan check out, lalu semua beres. Ternyata tidak semudah itu. Resepsionis atau biasa disebut dengan Front Office, sesuai dengan namanya, front yang berarti di depan. Yup, Front Office bisa dikatakan mukanya hotel. Apapun yang terjadi, semua pasti akan mengarah ke FO.

Setelah melalui berbagai macam pelik yang terjadi, akhirnya aku “terdampar”, hampir dua bulan aku bekerja di posisi ini. Ngga nyambung memang, aku yang lulusan bahasa Jepang, sangat sedikit yang kutahu mengenai dunia perhotelan.  Kalau boleh jujur, aku sangat membenci diriku yang sekarang. Aku yang paling anti dengan namanya celana kain, seragam, dan sepatu resmi layaknya pegawai kantoran, dan tak ketinggalan, make up. Kini aku harus mengenakannya setiap hari.

Dua minggu pertama di awal aku bekerja sebagai FO di hotel ini merupakan masa yang paling tidak aku sukai. Yup,  seragam hitam putih. I was really hate wearing that costum! Membuatku nampak bodoh, dan kuakui memang iya karena aku harus mempelajari semuanya dari nol. Aku sangat sedih ketika aku diminta untuk memotong rambutku. Pak manajer bilang rambutku tidak terawat dan tidak rapi. Padahal saat itu rambutku sudah pendek, sebahu. Kata dia masih kurang pendek.

Akhirnya, dengan berat hati aku pergi ke salon. Namun, sialnya mba tukang salonnya memotong rambutku dengan model yang sangat aneh, membuatku nampak makin buruk, dan aku tak punya waktu untuk memperbaikinya lagi karena aku harus segera berangkat ke hotel. Gara-gara rambutku ini, aku kena omel bosku. Dia sampai browsing model rambut, lalu mencetaknya, dan memberikannya padaku. Ya, aku mengerti, dia ingin model rambut seperti layaknya seorang pramugari.

Oke, akhirnya hari berikutnya aku pergi ke salon lain, rekomendasi Citra, kawanku yang sudah hampir setahun bekerja sebagai resepsionis di sini. Namanya salon Ujang. Salon rekomendasi Citra ini boleh juga, potongannya bagus dan rapi. Rambut yang awalnya kupikir sudah tidak mungkin bisa diselamatkan lagi, oleh sentuhan tangannya menjadi lebih rapi dan kelihatan feminim meskipun dipotong sangat pendek.  Bosku pun senang dengan hasil potongan kedua ini.

Penampilan luar sudah kuperbaiki, sekarang mengenai tata sikap seorang resepsionis. Senyum menjadi hal yang sulit ketika kita mengaplikasikannya langsung di dunia kerja, khususnya hospitality. Mau kamu lagi sedih, kecewa, sakit hati, tamu marah-marah, komplain ini itu, minta ini itu, kamu harus tetap tersenyum, apa pun keadaanmu. Itulah hal yang sangat sulit kulakukan ketika awal-awal di sini. Aku orang yang murah senyum, dan aku sangat senang bertemu dengan orang-orang baru. Namun, apa jadinya jika dengan pekerjaanku saja aku belum bisa menyukainya. Aku merasa senyumku adalah senyum paksaan. Tidak dari dalam hati, atau kasarnya senyuman palsu. Tapi ya itulah hal yang harus dilakukan seorang FO. Hotel itu jual jasa, pelayanan, kalau FO nya cemberut, apalagi mahal senyum, mana ada tamu yang mau menginap.  Aku perlu adaptasi cukup lama, sampai akhirnya aku terbiasa dengan keadaan ini.

Selain kemampuan tersenyum, menjadi seorang FO juga harus cerdas, harus pinter ngeles. Ini dia hal tersulit yang harus kubiasakan juga. Sekalipun kamu ngga ngerti dengan pertanyaan tamu, atau kamu ngga tahu mesti menjawab apa, pandai-pandailah kamu berbohong, buatlah dirimu nampak cerdas dan mengerti segala hal. Untuk bisa melakukannya, diperlukan kepercayaan diri yang tinggi. Jangan sampai kita nampak meragukan. Aku masih baru di hotel ini, masa orientasi hanya satu minggu. Sesudah itu aku ditinggal sendiri, melakukan segala hal tanpa persiapan yang matang.

Selama masa orientasi itu aku belajar semuanya sendiri. Tak ada yang mengajariku. Aku hanya disuruh duduk mendampingi FO yang bertugas saat itu. Semua yang mereka lakukan aku catat dalam otakku, lalu mencoba mencernanya. Apa yang membuatku tak paham, kutanyakan pada mereka. Aku belajar dari apa yang kulihat. Hanya memasukkan data dan lain-lain aku bisa. Yang menjadi masalah adalah ketika muncul pertanyaan-pertanyaan dari tamu mengenai hotel. Aku tak mengerti tentang hotel ini sama sekali. Mengenai sejarahnya, harganya, siapa saja yang menjadi langganan hotel ini, berapa diskon untuk yang sudah sering ke sini dan berapa harga untuk tamu yang belum pernah ke sini, bagaimana mentransfer telefon, bagaimana cara memakai mesin EDC, bagaimana mensinkronkan tugas antara housekeeping dan FO.

Lalu, bagaimana sistem pembayaran untuk yang personal, untuk travel agent, untuk perusahaan. Bagaimana jika ada yang mau DP pembayaran, bagaimana kalau ada tamu VIP, apa saja yang harus disiapkan, bagaimana jika ada tamu yang minta pindah kamar, siapa yang harus kuhubungi jika ada tamu yang minta handuk, atau pun hanya sekedar pesan makanan. Bagaimana cara meng-issued kunci kamar, bagaimana jika ada orang yang mau sewa mobil, bagaimana kalau ada yang mau bayar cash, form mana saja yang harus kubuat. Bagaimana cara membalas email dari booking-an online, bagaimana cara nge-fax, bagaimana cara melayani tamu yang reservasi melalui telefon.

Bagaimana jika ada beberapa tamu berbeda yang check in dalam waktu bersamaan, istilah-istilah apa saja yang sering dipakai oleh sesama pegawai hotel, dan masih banyak lagi. Semua-muanya itu aku tahu ketika aku sudah dimarahi tamu atau malu di depan tamu karena aku tak tahu itu semua. Bahkan, aku baru tahu belum lama ini dimana letak mushola, dan ruang meeting. Housekeeping dan engineering punya ruangan sendiri saja aku baru tahu belum lama ini.

Memang benar, kita belajar dari pengalaman, tapi ya bagaimana kalau kasusnya seperti ini, banyak hal yang tak kutahu, tak ada yang memberitahuku, aku sudah berusaha mengantisipasi segala hal dengan bertanya segala hal yang terlintas di otakku untuk ditanyakan. Tapi masalahnya, setiap hari aku menghadapi masalah yang berbeda. Entah berapa kali aku dimarahi housekeeping, cashier, dan satpam karena ketidaktahuanku. Apakah memang seperti ini dunia kerja yang sesungguhnya? Aku yang harus aktif bertanya karena aku yang butuh? Tapi apa ya semuanya,  tanpa aku mendapat didikan sebelumnya? Tapi tak mungkin juga aku menyalahkan supervisorku atau teman sesama FO yang lain karena tidak mengajariku. Aku anggap ya dunia kerja itu memang kejam, kau harus memiliki mental yang kuat agar bisa bertahan.

Entah berapa kali aku menangis karena ketidaktahuanku ini. Bahkan, meskipun sudah hampir dua bulan aku di sini, dan aku sudah bisa beradaptasi, aku sudah mulai mengerti tugas-tugasku, sudah terbiasa dengan kostum ini, sudah terbiasa tersenyum entah aku dalam keadaan baik atau tidak,  tetap saja masalah baru datang setiap harinya. Huft, aku berusaha menyugesti pikiranku bahwa semua ini adalah hal yang disebut proses pembelajaran. Jangan menyerah, jangan kalah dengan keadaan, aku sedang ditempa, mentalku sedang dibentuk, dan imanku sedang diuji tentu saja.

Bagaimana semua masalah dan tekanan yang terjadi akhirnya membuatku lari menuju Dia. Dari yang awalnya merasa tidak terima, dan mengeluh terus menerus, akhirnya berubah menjadi rasa syukur. Aku berhasil berproses , mengalir bersama kondisi ini. Yup, untuk menjadi dewasa hanya dengan satu cara yaitu berkenan diproses melalui masalah dan rasa sakit. Proses inilah yang akan menaikkanmu ke level selanjutnya. Setidaknya dari posisiku sekarang, aku jadi tahu bahwa menjadi seorang resepsionis bukanlah pekerjaan mudah. Dan aku hanya membayangkan, suatu saat jika aku menjadi seorang tamu hotel, mungkin aku akan tersenyum ketika melihat resepsionis yang melayaniku. Ya, aku pernah berada di posisi itu, dan aku tahu betul bagaimana rasanya. Dan aku akan mengucap syukur pernah berada di posisi itu 🙂

dscn0426

20 thoughts on “Front Office, Profesi yang Menuntut “Kepura-puraan”

  1. “Yap, untuk menjadi dewasa hanya dengan satu cara yaitu berkenan diproses melalui masalah dan rasa sakit. Proses inilah yang akan menaikanmu ke level selanjutnya.” <- kata-kata ini cuma dapat muncul dari orang yang sudah mengalami kenyataan, bukan sekadar dengar ucapan dari orang atau baca textbook. Keren.

    Terima kasih untuk uraian sederhana tentang keseharian resepsionis, sangat menambah wawasan saya. Semoga kamu banyak uang, makanan, dan kebahagiaan! hahaha

      1. Salam Knl sya dari kelas 11 SMK jurusan Perhotelan.Saya sama dgn anda di bagian FO

  2. Setuju banget kak sama semua pemikiran kk, aku ngalamin semua yg kk tulis. aku jg lg training di front office dan baru aja ngelakuin kesalahan sampe tamu marah.
    Disatu sisi aku ga enak sama tamu nya atas ketidaktahuan aku. tp di sisi lain aku harus membela diri, ini smua bukan sepenuhnya kesalahan aku karna ga ada yg ngajarin aku harus begini kalo case nya seperti ini.
    Semoga usaha kita ga sia sia ya. Tetap semangat 🙂

  3. kk aq jg ngrasain itu hari ini,, aq lagi trening jg jd fo, tiap hari aq ngrasa gg enak hati kk,, tolong bantuannya,,
    slam kenal.. mita

    1. Hallo Mita

      Dengan seiring berjalannya waktu, akan ada bnyk proses yang akan kamu lewati, dan dari proses itulah kamu akan belajar banyak. Nikmati saja, dan anggap kesalahan yang kamu buat adalah proses dari belajar kamu. Jangan menyerah. Semangat 🙂

  4. Gimana ya caranya jadi petugas front office klinik yang professional, biar cepat menguasai tugas tugas didalam bidang pekerjaan ini. Gimana ya caranya untuk meyakinkan pasien/pelanggan bahwa klinik memberikan pelayanan terbaik…

    1. Halo Evi

      HAduh, kalau itu saya kurang paham ya. Tapi mungkin pada dasarnya adalah jenis pekerjaan yang sama yaitu menyambut tamu/pelanggan. MUngkin saran aku tetaplah ramah dan perbanyak senyum. 😀

  5. Hai.. salam kenal ka, setuju banget. aku dulu waktu training juga betenya minta ampun apalagi pake hitam putih. aku dulu benci banget make up dan high heels sekarang harus pake itu semua. tapi percaya deh kalo udah lama dan disyukuri aja ngalir sendiri ko.

  6. Keren mbak..saya akan berusaha..gak mudah buat dapat pekerjaan di zaman sekrang perlu banyak skill harus rajin belajar dll. bersyukur dan sadari bahwa banyak orang yg mungkin ingin bekerja untuk posisi seperti kita sekarang. keep fighting!

  7. Bayangin jika anda sebagi GM skaligus FO nya, dh 16 bln saya dposisi it,,, tapi saya suka dengan tantangan ksulitannya it.
    Keep smile to the world.
    Yoroshiku Onegai…

  8. Haduh ini gue banget. Meskipun saya bukan resepsionis hotel tapi saya kerja di spa bagian FO.
    Mau lagi bete, galau, baper, ampe lagi sakit pun kita tetep dituntut buat pasang senyum dan muka ramah. Beneran aseli penuh dengan kepalsuan. Apalagi kalo ketemu customer nyebelin, nyeseknya kita tetep mesti pasang tampang super duper ramah padahal dalam hati misuh-misuh(?)
    Kalo mood lagi bagus sih senyumnya ikhlas. Lah kalo lagi sedang nano nano kaya diatas tadi yaa mau ga mau pasang fake smile 😦

    1. Ya bgtulah resiko kerja di bidang hospitality. Tamu adalah raja, kita menjual jasa service. Kl kita ga bs ngaaih yg terbaik tamu gkan mau dtng lg.
      Nikmati saja, ada bnyk hal yh bs dipelajari 🙂

Leave a reply to Aldo D. Sofyan Cancel reply