The University of Life

Selasa, 14 Mei 2013

Kalau ditanya pelajaran apa yang aku dapat selama tinggal di Belitung, aku akan menjawab sangat banyak. Terlampau banyak malah. Banyak hal yang telah mengubah cara bersikap dan cara berpikirku, dan aku sangat bersyukur karena pernah diberi kesempatan pergi ke Belitung.

Aku ingat ketika pertama kalinya aku datang ke Belitung. Aku tak ada gambaran sama sekali seperti apa pulau kecil yang ada di sebelah barat Sumatera itu, meskipun Mba Sasa sudah bercerita sedikit sebelumnya. Aku yang saat itu tak pernah naik pesawat sebelumnya, dengan sedikit rasa khawatir aku check-in dan transit seorang diri. Aku hanya berdoa jangan sampai aku salah tujuan. Matilah aku kalau tiba-tiba turun di ujung pulau yang lain. Itu bayanganku sebelumnya. Namun, ketika sudah dijalani, ternyata tidak serumit itu. Cara gampangnya, ikuti saja penumpang yang lain, kalau bingung tinggal tanya sama petugas.

Aku sampai di Belitung dengan selamat. Sudah ada yang menjemputku, paklik dari ibuku, dan seorang yang lain dari Belitung Adventure, bang Eko namanya. Sungguh suatu kebetulan, mobil Panther paklik dan mobil perang bang Eko ternyata parkir sebelahan. Kenapa kunamai mobil perang, itu karena mobil yang dikendarai bang Eko memang sangat antik. Sebuah jeep tua, mirip mobil perang jaman penjajahan. Warisan dari seorang profesor Jepang yang pernah melakukan penelitian di Belitung katanya.

Belitung Adventure, dari namanya saja sudah sangat menarik perhatianku. Hmmm…mestinya akan ada banyak petualangan yang akan mengisi hari-hariku selama di sini. Memang benar, hari keduaku di sana aku sudah diajak bermain river tubing di Batu Mentas. Saat itu baru saja turun hujan sehingga arus sungai cukup deras. Arus seperti inilah yang pas untuk bermain river tubing. Mas Septa dan mas Glendem, mereka berdua inilah yang menjadi guideku dan mereka pulalah yang mengajariku bagaimana cara bertahan hidup.

Mas Septa juga yang mengajariku tentang web design. Aku yang awalnya hanya bisa membuat blog dengan model yang sangat standar, kini aku sudah tahu cara mengoperasikan dan menggunakan menu-menu pilihannya untuk membuat halaman blog lebih menarik. Dia juga yang mengajariku bagaimana cara menyeleseikan masalah dengan cepat dan praktis. Dia pula yang mengajariku bagaimana cara memotret yang baik, agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal meskipun dengan kamera pocket. Dialah yang menjadi kawanku berbagi cerita di tanah perantauan. Aku yang belum tahu jalan di Belitung, tinggal di kantor sendirian, tak ada kendaraan, dia yang selalu mengajakku makan malam di luar agar aku bisa mengenal lingkungan sekitarku. Meskipun kini mas Septa maupun mas Glendem sudah tidak bekerja lagi di Belitung Adventure, tetapi aku sangat bersyukur pernah mengenal mereka. Dari mereka aku mendapat banyak pelajaran dan ilmu yang sedikit banyak telah meng-upgrade kemampuanku.

Belitung mungkin adalah pantai terindah yang pernah kukunjungi selama hidupku. Dulu, aku hanya pernah melihatnya sekali di TV, di film Laskar Pelangi. Pada kenyataannya, keindahannya ternyata jauh lebih indah dari yang kulihat di TV. Aku baru tahu kalau pulau Belitung itu dikelilingi oleh pulau-pulau kecil yang juga tak kalah indahnya. Hampir setiap hari aku menelfon mba Sasa, mas Chandra, mas Budi, Ajeng, dan yang lainnya hanya untuk pamer betapa indahnya tempatku tinggal sekarang.

Pulau Kepayang, pulau yang dikelola oleh Belitung Adventure, di dalamnya terdapat penginapan bertema “back to nature” dan konservasi penyu. Bang Budi, aktivis lingkungan yang juga sekaligus bosku adalah orang yang membangun ini semua. Darinya aku belajar tentang karang, penyu, hutan, konservasi dan segala hal yang berbau lingkungan terutama laut. Di sinilah untuk pertama kalinya aku belajar snorkeling. Aku yang tidak bisa berenang, dan sangat takut laut, bagiku ini kemajuan yang luar biasa. Di dalam benakku, laut itu sangat dalam dan mengerikan. Tetapi di Belitung, semua bayangan itu bisa terpatahkan. Laut Belitung yang termasuk laut dangkal, sangat jernih hingga aku bisa melihat dasar lautnya, membuatku terbiasa dan akhirnya aku akrab dengan laut. Keindahan lautnya akan membuat siapapun yang melihatnya ingin menceburkan diri untuk berenang sepuasnya.

Di Belitung pula akhirnya aku bisa mencoba yang namanya diving. Dulu aku begitu takjub dengan orang yang punya hobby diving. Aku heran bagaimana mereka bisa bertahan di dalam laut hanya dengan sebuah tabung. Memangnya bisa ya bernafas tidak menggunakan hidung? Semua pertanyaanku terjawab ketika aku mencobanya sendiri. Snorkeling dan diving ternyata adalah kegiatan yang sangat mengasyikkan. Aku bisa menyentuh ikan-ikan dengan berbagai warna, yang bersembunyi di balik kumpulan karang nan cantik. Satu kata, menakjubkan.

Aku belajar bagaimana cara menjual paket wisata, bagaimana cara menghitung harga agar mendapat untung sebanyak-banyaknya, tetapi wisatawan juga mendapatkan kepuasaan yang setimpal dengan harga yang mereka bayar. Dari pekerjaanku ini juga, aku bisa bertemu dengan banyak orang baru. Dari mulai sopir boat, driver dari persewaan mobil, orang-orang dari travel lainnya, pegawai hotel, aktivis lingkungan, hingga artis. Entah sudah berapa banyak acara TV yang dibuat di Belitung dan menggunakan jasa Belitung Adventure. Sebetulnya kurang pas kalau disebut jasa karena sesungguhnya Belitung Adventure hanyalah bentuk komersil dari organisasi Kelompok Peduli Lingkungan Belitung (KPLB). Kebanyakan dari anggotanya adalah orang-orang yang ingin mengenal Belitung lebih dalam, dalam bentuk penelitian. Namun, tak bisa dipungkiri juga kalau sebagian acara TV yang mampir ke sini ya karena ingin mempromosikan Belitung. Sebut saja Fish & Chef, Selamat Pagi, dan Jejak Petualang, itu yang ada di Indonesia. Untuk yang dari luar negeri, entahlah aku tak tahu tepatnya dari mana mereka. Yang kutahu mereka kalau bukan wartawan ya penulis atau aktivis lingkungan.

Aku merasa kalau aku sudah mengunjungi banyak tempat menarik selama tinggal di Belitung. Meskipun demikian, mungkin karena Belitung memang tercipta sebagai pulau yang menyimpan banyak keindahan alam, masih ada beberapa tempat yang belum sempat aku kunjungi. Aku juga masih baru sedikit mengenal kesenian tradisional mereka.

Namun, kalau ditanya soal kuliner, hmm..kurasa aku sudah cukup puas. Aku yang pada awalnya anti-seafood, kini menjadi sangat doyan. Cumi, udang, ikan, kerang, dan kepiting menjadi lauk makanku sehari-hari. Kalau di Jawa, makanan dari olahan seafood mungkin terbilang mahal. Namun, di sini harga seafood malah tergolong cukup murah jika dibandingkan dengan harga sayur-sayuran. Bagaimana tidak, Belitung merupakan dataran rendah dengan tanah berpasir sehingga kurang cocok untuk menanam sayur-sayuran. Jenis sayuran yang dijual di pasar cukup terbatas, itu pun dikirim dari pulau Jawa.

Sungguh berat ketika akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan Belitung Adventure. Tidak ada pilihan lain, keadaan yang memaksaku demikian. Pekerjaan baruku masih termasuk bagian dari dunia pariwisata. Belitung hanyalah sebuah pulau kecil, kemana pun aku pergi pasti akan bertemu dengan orang-orang yang sama lagi. Bekerja di hotel tentu saja masih berkaitan erat dengan dunia travel. Bisa dikatakan aku hanya pindah divisi. Hotel tempatku bekerja ternyata juga menjalin kerjasama dengan Belitung Adventure. Pak Wahyu, atasanku di hotel adalah teman bang Budi. Baguslah, ini membuatku tetap bisa menjalin hubungan yang baik dengan Belitung Adventure. Meskipun aku sudah bukan bagian dari staf Belitung Adventure, tetapi aku masih ikut serta dalam kegiatannya. Bisa dikatakan membantu, tapi kurasa istilah (nimbrung) lebih pas sepertinya :D. Setiap hari libur tiba, kalau tidak ikut ke pulau ya ke Batu Mentas. Jadi ya sebetulnya sama saja, bukan anggota tetapi masih ikut aktif.

Kesamaan hotel dan travel adalah sama-sama bergerak di bidang hospitality. Hal yang awalnya cukup sulit bagiku adalah bagaimana menjadi seorang front office yang baik dan benar. Selain tugas pokokku mengisi berbagai macam data, aku juga belajar cara bersikap, berperilaku, dan berpenampilan yang baik layaknya seorang front desk profesional. Itu yang sangat sulit. Aku yang paling anti memakai pakaian rapi (celana kain, sepatu pantofel, make up, dll), kini mau tak mau harus membiasakan diri mengenakannya. Rambut yang harus selalu rapi, cara berbicara yang tak boleh sembarangan, semuanya harus aku pelajari dalam waktu singkat. Meski awalnya sedikit kurang nyaman, pada akhirnya aku pun terbiasa, dan dari semua itu aku mendapat ilmu baru lagi. Aku menjadi tahu bagaimana cara mentransfer telefon, mengirim fax, mengangkat telefon dari costumers, membalas email dengan bahasa yang baik dan teratur, cara menjaga sikap agar tamu selalu merasa nyaman selama tinggal di hote, dan sebagainya.

Mungkin kebanyakan teman-temanku hanya tahu kalau aku bahagia di Belitung. Mereka hanya melihatnya dari foto-foto yang ku-upload di sosial media, yang terkesan aku selalu jalan-jalan dan bersenang-senang. Itu tidak sepenuhnya benar, tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Sebenarnya ada begitu banyak masalah yang terjadi selama aku tinggal di Belitung. Masalah-masalah tersebuta mulai terjadi sejak awal aku tiba di Belitung. Semakin ke sini semakin berat saja, sampai membuatku stres dan benar-benar ingin pulang dan kembali ke Jawa saja. Namun sayangnya, tidak semudah itu.

Sudah terlalu lelah menangis, alasan itulah yang membuatku harus memaksakan diri untuk berdiri tegak kembali. Perlahan aku mulai mengikhlaskan semua yang sudah terjadi, dan belajar dari kesalahan. Melalui ini semua, aku tak lagi memandang masalah sebagai sesuatu yang buruk, tetapi sebagai cara Tuhan untuk meng-upgrade dan menaikkanku ke level yang lebih tinggi. Dari semua ini aku belajar untuk tidak mengeluh, dan aku bersyukur karena pernah mengalamai semua ini.

Hingga suatu malam, terjadilah sesuatu yang kemudian mengubah perjalanan karirku selanjutnya. Malam itu, datanglah empat orang tamu, dua orang Jepang, dan dua orang Indonesia. Seperti biasa, kalau ada tamu dari Jepang, pasti akan sengaja aku ajak bicara. Dia begitu heran dan kaget ketika tahu aku bisa berbicara bahasa Jepang. Padahal, yang kukatakan hanyalah ungkapan sederhana yang memang umum dipakai untuk berkenalan.

Singkat cerita, mereka secara langsung menawariku pekerjaan. Mereka memberiku kartu namanya dan berharap bisa bertemu lagi denganku di Jakarta. Tak ada tes, tak ada interview, tak ada saingan, tetapi juga tak ada pernyataan bahwa aku diterima. Kami hanya berkomunikasi via email, aku disuruh mengisi data lamaran, lalu bertemu dengan Pak Mardiyanto di Bekasi. Kami hanya mengobrol biasa, dan dia memberitahuku kalau dia sudah mencarikanku kos untukku tinggal. Dia juga setuju dengan gaji yang kuminta.

Semuanya terasa begitu menyenangkan. Kosku sangat nyaman, teman kerja yang ramah, suasana kantor juga sangat nyaman, tak ada tekanan, tak ada orang marah-marah, tak ada yang namanya pegawai stres karena mengejar deadline maupun mengerjakan tugas yang berat. Semuanya santai tetapi tetap serius. Soal penampilan, tak jadi masalah, bebas tapi sopan. Dan yang paling penting adalah posisiku di kantor. Ini hanya sementara, tugasku sesungguhnya adalah nanti ketika Sasaki-san datang lagi ke sini dari Jepang. Saat itulah pekerjaanku yang sesungguhnya dimulai.

Kuharap di tempat baru inilah aku bisa mengejar karirku. Aku merasa mimpiku untuk bisa ke Jepang terasa semakin dekat. Setidaknya aku sudah maju satu langkah untuk bisa mencapainya. Masih panjang jalan yang harus kulalui, tetapi aku percaya aku akan mampu melewatinya. Akhirnya, aku benar-benar meninggalkan Belitung. 6 bulan yang begitu berharga. Belitung sudah mengajarkanku banyak hal, ilmu yang menjadi “sanguku” sekarang. The university of life…

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s