Seseorang

Jumat, 7 Juni 2013

22.10

 

Hari ini, usiaku tepat 21 tahun. Tak ada yang spesial, semua terasa biasa saja. Mungkin karena aku sudah semakin dewasa, aku sudah tak terlalu merasa penting dengan yang namanya perayaan ulang tahun. Sudah diberi nafas kehidupan dan kemudahan hidup bagiku itu sudah lebih dari cukup.

Kembali kuteringat pada ulang tahunku tahun lalu. 20 tahun, benar-benar angka yang sangat istimewa bagiku pada waktu itu. Kepala dua, usia dimana aku memang sudah selayaknya menjadi seorang gadis yang dewasa. 3 hari sebelumnya aku sudah menyelesaikan ujian pendadaranku dan aku berhasil lulus dengan nilai cumlaude. Aku menyelesaikan studiku tepat waktu, dan aku kebanjiran hadiah saat itu. Entah dari siapa saja, aku lupa. Yang jelas, ada banyak sekali berkat materi yang aku terima tahun lalu.

Yang menjadi harapanku tiap tahun menjelang ulang tahunku adalah adanya seorang kekasih. Tahun lalu, sama seperti tahun ini dan tahun-tahun sebelumnya, aku masih saja sendiri. Namun, tahun lalu ada seseorang yang cukup istimewa untukku. Dia tak ada saat aku berulang tahun maupun saat ujian pendadaran. Namun, dia hadir di dalam hatiku sejak setahun sebelumnya. Masih kuingat ketika dia mengirimiku sms hanya dua kata “Hbd titisku :)” sungguh membuatku bahagia.

Hingga 3 bulan kemudian, dia tahu apa yang kurasakan. Betapa senangnya hatiku ketika dia memperlakukanku dengan istimewa. Namun itu tak berlangsung lama, perlakuannya yang berbeda terhadapku tak sejalan dengan status yang kami miliki. Entah mengapa, dia tak ingin menjalin hubungan yang lebih spesial denganku. Itu sungguh membuatku kecewa. Namun hatiku terlanjur menjatuhkan pilihan padanya. Berapa kalipun aku tersakiti, berapa kalipun kesalahan yang dia perbuat, berapa kalipun dia mengingkari janjinya, hatiku tetap selalu bisa memaafkannya. Cintaku terlalu buta hingga tak peduli pada logika dan realita. Perlakuannya selalu membuatku luluh. Dia mengangkatku, memberikanku harapan, namun tak membawaku ke tempat yang kuharapkan. Dia membiarkanku terombang-ambing di tengah, mengamatiku dan sesekali menyunggingkan senyumnya. Aku sungguh tak tahu kemana dia akan membawaku, aku hanya ingin segera berhenti di suatu tempat yang pasti.

Tak pernah terpikir untuk meninggalkannya, aku hanya ingin sedikit menyegarkan jiwaku ke negeri seberang. Fisikku memang pergi, namun batinku, masih tetap berada di tempatnya, untuknya. Ragu, namun akhirnya  dia merelakan fisikku pergi. Aku pergi tanpa ada kepastian darinya bagaimana hubungan kami selanjutnya. Jarak tak menjadi sandungan bagiku untuk tetap dapat menyentuhnya. Aku masih bisa bertahan menahan kerinduan ini. Namun, pertahanannya tak sekuat pertahananku. Dia mulai goyah, aku mulai bisa merasakan keraguan dalam dirinya. Hingga akhirnya sebuah ketidaksinkronan komunikasi menyulut amarahnya. Sesungguhnya ini hanyalah masalah kecil yang bisa diselesaikan cukup dengan saling bicara. Namun dia memilih diam dan menjauhiku. Lagi-lagi aku luluh padanya, kuputuskan untuk mengalah, kusampaikan maafku padanya. Tak ada jawaban, dia tetap diam. Mungkin aku hanya perlu sedikit bersabar, memberikannya waktu sendiri. Kutunggu dan terus kutunggu kabar darinya. Nihil, aku mulai frustasi. Kulakukan apa yang bisa kulakukan, mencari keberadaanya. Penyelidikan kecil yang kulakukan menghasilkan sebuah kejutan besar yang cukup menyayat perasaanku. Seseorang yang lain telah memasuki kehidupannya. Meskipun tak yakin, tapi instingku mengatakan kalau ini benar. Perasaan yang telah terombang-ambing sekian lama akhirnya, jatuh, terbanting, dan hancur. Air mata kepedihan tak terbendung lagi, mengalir, menguras seluruh tenaga dan pikiranku. Tak mungkin kumemohon padanya. Tangannya sudah dia ulurkan pada gadis lain.

Kukumpulkan keping-keping perasaan yang sudah tak berbentuk lagi. Menyatukannya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya terbentuk benih kekuatan baru. Tak mau kalah dengan keadaan, kucoba untuk merelakan. Perlahan, lukaku mulai sembuh.

Sebuah keajaiban mempertemukanku dengan sebuah misi baru. Aku bisa kembali ke tempat dimana aku pernah meninggalkan hatiku. Aku senang bisa kembali, dan aku ingin bersenang-senang di sini, menyegarkan otakku, membuang masa lalu yang kelam. Namun tiba-tiba dia datang lagi. Sudah lama aku menutup pintu untukknya, kini dia ketuk kembali, menungguku membukakan pintu untuknya. Merasa cukup pulih, kubukakan pintu untukknya. Dia tak mencoba meluruskan tentang hubungan yang dulu pernah terjalin diantara kita, namun dia malah mempertanyakan apa yang seharusnya tidak dia tanyakan. Dia menanyakan keadaanku, dia memohon ampun padaku, namun dia juga menegaskan jalinan asmara yang sedang dia buat dengan gadis itu. Berkali-kali aku kalah, termakan oleh janji manisnya, kini sudah saatnya aku bangkit. Tak akan kubiarkan dia mendapat apa yang dia inginkan dariku. Mungkin dalam pertandingan sebelumnya aku kalah, namun bagiku yang terpenting adalah hasil akhirnya. Kemenangan berpihak padaku. Hanya sekali, namun inilah final itu. Aku puas. Kubiarkan dia pergi tanpa mendapat hadiah apapun. Kalah telak!

Kedatangannya memang sempat membuka luka lama yang belum sembuh benar. Namun aku berhasil menutupnya kembali. Perang telah usai.  Kubiarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri. Kubiarkan diriku mencari cahaya baru. Meski belum jelas terlihat, namun aku tahu, ada sebuah lentera di sana. Hati yang sempat tercacar kini sudah menyatu kembali. Semangat baru untuk meraih lentera yang akan menyinariku menuju tempat dimana seharusnya hati ini berada. . . seseorang. . .

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s