Meskipun kantong sudah sangat menipis disaat tinggal menghitung hari hingga uang beasiswa turun, namun demi seorang kawan, kurelakan 3.000 yen ku untuk sebuah sayounara party, Josiah dan Hyo.
Shibuya, memang menjadi salah satu destinasi utama para wisatawan yang berkunjung ke Jepang. Selain karena terdapat patung anjing Hachiko, Shibuya juga merupakan pusat belanja dan kuliner, dan tentu saja pusat nongkrong anak muda Jepang.
Pukul 18.30 kami berjalan menuju tempat yang bernama Lock Up Bar yang tak jauh dari stasiun Shibuya. Hanya sekitar 200 meter, ambil jalan lurus di persimpangan dekat patung Hachiko. Dari luar, tempat ini tidak tampak seperti sebuah tempat makan karena posisinya yang memang berada di bawah tanah. Kami berhenti di depan sebuah toko perbelanjaan, lalu menuruni tangga yang ada di sebelahnya. Semakin ke bawah, semakin gelap jalan yang kami lewati, hingga sebuah lorong gelap menganga di hadapan kami. 2 orang wanita yang berjalan di depan kami berhenti, dan mulai menunjukkan wajah ketakutan. Makas, kawanku dari Singapura, melewati kedua wanita ini yang kemudian diikuti kami semua. Yeah, karena sejujurnya aku pun sedikit merasa takut karena lorong gelap ini benar-benar panjang.
Tak berapa lama, sampailah kami di sebuah pintu, dimana seorang gadis cantik berpakaian polisi sambil membawa borgol berdiri di depannya. Dia mulai berbicara dengan sangat cepat, yang sama sekali tak kupahami apa yang dia katakan. Yang kutahu, hingga detik berikutnya si gadis memborgol tangan si Kangmin kawanku dari Korea, lalu menariknya masuk ke dalam. Kami hanya mengikutinya dari belakang. Suasana yang sama sekali tak dapat disebut sebagai sebuah tempat makan “normal”. Sambil berjalan, aku mulai menyadari di kanan kiri sepanjang lorong ini, terdapat sebuah cekungan seperti gua-gua sempit yang di dalamnya terdapat meja dan kursi. Dari yang hanya terdiri dari 4 buah kursi dan sebuah meja, hingga gua yang sedikit besar yang memuat hingga 20 kursi (kecil tentu saja).
Pintu masuk
Sudah ada peringatan sebelumnya
Sampailah kami di gua bernomor 62, di sinilah kami duduk. Sempit dan mengerikan, begitulah kesan pertama yang kutangkap. Kami duduk mengelilingi dua buah meja panjang, dan mulai melihat-lihat menu apa yang ada di dalam “restoran” ini. Saat sedang asik memilih menu minuman, tiba-tiba terjadilah sesuatu yang tak kami duga. Tiba-tiba lampu padam, dan mendadak terdengar musik metal yang sangat keras, yang kemudian berubah menjadi musik horor, lalu diikuti bunyi sirine yang begitu keras. Awalnya kami hanya penasaran, namun perlahan rasa penasaran tersebut berubah menjadi rasa takut. Aku merasa akan ada sesuatu yang muncul. Dan ternyata, dugaanku benar. Dalam keadaan yang begitu gelap, tiba-tiba muncullah sesosok makhluk bertopeng sangat mengerikan. Aku yang duduk tepat di depan pintu, begitu kaget hingga terjatuh dari kursi. Bagaimana tidak, dia muncul langsung di sebelahku secara tiba-tiba. Aku benar-benar shock! Dia membawa sebuah tabung mirip tabung pemadam kebakaran, lalu menyemprotkannya pada kami semua. Angin yang begitu kencang keluar dari tabung itu dan mengenai kami semua. Lalu mulai terdengar suara-suara tembakan. Suasana ini mirip dengan adegan film pembantaian zombie. Hingga “peperangan” ini selesai, barulah si makhluk bertopeng itu pergi, dan lampu kembali menyala. Pertunjukkan yang sungguh luar biasa. Sound effect yang tak tanggung-tanggung, dan drama yang mencekam. Kurasa aku tak akan menemukan tempat makan seperti ini lagi selain di Jepang. Yeah, tempat makan yang berada beberapa meter di bawah tanah dengan tema yang begitu mengerikan seperti ini, aku akui sangat menarik dan kreatif.
Tak berapa lama, minuman-minuman yang kami pesan mulai berdatangan, diikuti makanan pembuka. Dengan biaya 3.000 yen per orang, kami bisa minum sepuasnya, minuman apa pun itu, dan makan dengan 1 set menu dari makanan pembuka hingga penutup. Inilah kali pertamaku melakukan kebisaan orang Jepang yang disebut のみほうだい(nomihoudai) dan たべほうだい (tabehoudai). Makan dan minum sepuasnya dengan sekali bayar. Cara penyajian makanan dan minuman yang mereka sajikan pun sangat unik. Gelas-gelas minuman kami berupa gelas kaca yang biasa dipakai untuk percobaan kimia. Kami juga diberi sajian berupa karage (ayam goreng tepung) yang sempat membuatku ragu untuk memakannya. Bagaimana tidak, ayam ini berwarna hitam pekat, bukan karena gosong tapi karena memang itu warnanya. Entah tepung jenis apa yang mereka pakai, atau pewarna apa yang mereka gunakan sehingga bisa membuat ayam soreng sehitam itu. Meskipun bentuknya kurang menarik, namun setelah dirasa, ternyata enak juga. Beneran rasa ayam goreng 😀
Masyarakat Jepang sering melakukan sayounara party, atau semacam pesta kecil yang diadakan ketika seseorang akan pergi meninggalkan sebuah tempat bekerja atau sekolah. Aku pernah mengalaminya awal Februari lalu, ketika aku memutuskan keluar dari pekerjaanku karena mendapatkan beasiswa ini. Secara tak terduga, bosku yang orang Jepang mengajak kami para staf utama makan malam bersama, karena hari itu adalah hari terakhirku bekerja bersama mereka. Dan kali ini, dengan istilah yang sama, sayounara party, aku datang sebagai orang yang ditinggalkan. Josiah dan Hyo, mereka hanya mengambil course bahasa Jepang ini selama 3 bulan. Josiah si pria asal Singapura yang begitu ramah dan berbakat, calon designer hebat di masa depan, harus melanjutkan tesisnya yang sempat tertunda karena kesibukan di sekolah bahasa. Sebenarnya, dia pergi tak terlalu jauh, karena gedung tempatnya mengambil gelar master hanya di sebelah gedung kelas bahasa kami. Kami akan tetap bisa berjalan bersama hingga Maret tahun depan karena kami akan berada dalam upacara yang sama, upacara kelulusan.
Berbeda dengan Hyo, si gadis ramah asal Hongkong ini mesti melanjutkan pekerjaanya di Inggris. Negara yang begitu jauh dari Jepang, entah kapan lagi kami bisa bertemu dengannya lagi. Aku mungkin tak mengenalnya sebanyak aku mengenal Josiah. Dia tak banyak bicara, tapi sangat ramah. Aku menyukainya, dia sosok yang dewasa dan menyenangkan diajak bicara.
Hingga makanan penutup tersaji, beberapa di antara kami sudah terlihat kekenyangan. Bagaimana tidak, menu yang kami santap adalah kentang, ayam, spageti, roti, serta berapa botol bir. Bahkan, si Makas dan Nishimura sensei, wajah mereka sudah berubah menjadi merah seperti kepiting rebus karena terlalu banyak minum. Tak berapa lama usai si gadis berkostum polisi datang kepada kami dengan membawa bill, mendadak lampu menjadi padam kembali, dan bunyi-bunyi mencekam itu datang lagi. Oke, kali ini aku tak boleh kecolongan lagi. Kami semua mulai harap-harap cemas karena sosok bertopeng itu bisa muncul kapan saja. Kami mulai mendengar teriakan-teriakan wanita di gua sebelah, itu tandanya tak lama lagi adalah giliran kami. Aku sudah siap dengan handphoneku, siap merekam. Dan datanglah si dia. Kembali dia menyemprotkan gas ke wajah kami semua. Kali ini tak banyak di antara kami yang berteriak ketakutan, tapi malah tertawa karena si makhluk bertopeng itu terus menerus menyemprot Sho, kawanku dari Cina yang berbadan besar namun ternyata sangat penakut.
Tempat ini sangat recommended untuk wisatawan Indonesia yang singgah ke Shibuya karena kurasa belum ada tempat makan unik seperti ini di Indonesia.
Terima kasih Jo, Hyo. Until see you again!
Gua No. 62
Pintu masuk toilet
Exit
I’ll gonna miss you Jo!
And you too Hyo!
Tempat membayar yang tak kalah seramnya
Such a great day with you all!