SD Negeri Jeruklegi Kulon 03, itulah nama sekolahku. Sebuah sekolah kecil yang terdiri dari 5 ruang kelas, dimana ada satu ruangan yang dipakai secara bergantian untuk kelas 1 di pagi hari, dan kelas 2 di jam 11 siang. Kami memiliki satu ruang perpustakaan kecil yang menjadi satu ruangan dengan gudang. Koleksi buku yang dimiliki sekolahku sangatlah terbatas, dan hampir semuanya adalah buku bekas.
Aku jadi ingat, setelah aku sudah mulai pintar membaca, dulu ibu sering membawakanku buku cerita anak-anak untuk dibaca di rumah. Entahlah dari mana ibu mendapatkan buku itu, tapi sepertinya ibu mengambilnya dari perpustakaan dan memberikannya padaku. Salah satu buku yang paling kuingat dan buku itu masih kusimpan hingga kini adalah novel Lima Sekawan berjudul Memburu Kereta Api Hantu karangan Enid Blython. Aku selalu membayangkan betapa liburan musim panas menjadi hari paling membahagiakan untuk Julian, George, Dick, dan Anne, serta Timmy karena mereka bisa pergi berkemah dan melakukan petualangan bersama. Aku berharap aku bisa seperti mereka. Tapi aku tahu itu tidak mungkin, tak ada liburan musim panas di Indonesia, dan aku tak punya geng yang bisa kuajak untuk berkemah bersama. Buku inilah yang membuatku bercita-cita suatu hari aku harus bisa seperti mereka, berkemah saat musim panas tiba.
Karena sekolahku hanyalah sebuah sekolah kecil di desa, kami tak punya guru agama lain selain agama Islam. Saat ujian agama Kristen tiba, aku hanya belajar dari buku pelajaran agama Kristen yang ibu dapatkan dari SD yang lain. Aku tak pernah benar-benar mendapatkan pelajaran agama Kristen selama di sekolah. Selama 6 tahun aku selalu mengikuti pelajaran agam Islam di sekolah. Aku ikut belajar wudhu, belajar sholat, menghafal doa-doa, menghafal rukun Islam dan rukun Iman. Dulu aku hafal semuanya. Bahkan, hingga hari ini aku masih hafal doa sebelum makan.
Aku punya satu kenangan yang sedikit memalukan saat latihan wudhu. Kala itu aku masih kelas 3 SD. Agar baju seragam kami tidak basah saat latihan wudhu, kami diminta untuk membawa kaos ganti. Agaknya aku lupa apa yang diperintahkan Pak Guru. Aku tak membawa kaos ganti, dan saat latihan wudhu, kemejaku basah semua. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, hingga akhirnya ibu melihatku yang basah kuyup dan sedikit kedinginan. Kalian tahu apa yang ibu lakukan padaku? Ibu menyuruhku melepas kemejaku, lalu menyuruhku berjemur di lapangan hingga kering. Aku telanjang dada sendirian di tengah lapangan! Untunglah saat itu masih di jam pelajaran, sehingga tidak ada anak-anak lain yang berada di luar kelas. Aku yang tidak tahu apa-apa hanya tertawa kecil dan menurut saja. Mungkin dulu aku memang pasrah saja, namun setelah kupikir-pikir, hmm…itu sedikit memalukan.
Saat menginjak kelas 4 SD, kami mulai belajar sholat. Sehari sebelum pelajaran agama, kami diminta untuk membawa mukenah masing-masing. Karena aku tidak memilikinya, kalian tahu apa yang kulakukan? diam-diam aku mengambil dress yang biasa aku pakai untuk ke gereja sebagai “kostumku” untuk belajar sholat. Ibuku tahu apa yang kulakukan saat itu, tapi dia diam saja dan tak berkomentar apapun. Mengingatnya, aku merasa bodoh sekali. Bagaimana mungkin aku merasa ibu tidak tahu apa yang kulakukan sedangkan ibu ada di sekolah yang sama denganku? Ah, anak-anak!
Aku tidak pernah merasa mengikuti pelajaran agama Islam selama 6 tahun adalah sesuatu yang salah. Ibuku ada disitu, dan dia membiarkan saja. Anak kecil tahu apa soal agama. Yang kutahu itu hanyalah pelajaran biasa sama seperti pelajaran lainnya. Pelajaran yang akan berguna untuk masa depanku kelak.
Tis, teman sekantorku juga Jeruklegi. Dia SD Jeruklegi 06. SMA-nya SMA 1 Jeruklegi.
Kebetulan banget ya di blog aku bertemu lagi dengan orang jeruklegi 🙂
Wuihhh, iyakah? Mungkin mbak jodoh sama orang Jeruklegi, hehehe
Hahahahha bisa jadi Tis 🙂
Jeruklegi Cilacap kah mbak?
Yupp, betul
Salam kenal ya, saya juga dari kec Jeruklegi 😁
https://www.linatussophy.com