Habis Gelap Terbitlah Terang

Setelah merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan di Tropea, akhirnya kami memutuskan untuk check out sehari lebih cepat. Karena kami masih memiliki sisa waktu tiga hari sebelum kembali ke Tokyo, sebagai gantinya kami menambah satu negara lagi ke dalam list kami, yaitu Perancis.

Awalnya kami berniat akan menghubunginya lewat email saja, tapi pagi itu si pemilik hotel kebetulan datang untuk mengantarkan sarapan untuk kami. Langsung saja, kuutarakan niatan kami untuk pergi lebih cepat. Si pemilik hotel yang baik hati itu pun tak masalah, dia bahkan menawarkan untuk mengantar kami dengan mobilnya sampai ke stasiun. Tak bisa kubayangkan jika kami harus berjalan kaki sampai ke stasiun karena jaraknya yang cukup jauh dan jalannya yang sedikit menanjak.

Tak kusangka, ternyata perjalanan dari Tropea hingga Genoa menjadi salah satu perjalanan paling melelahkan yang pernah aku tempuh karena begitu menguras tenaga dan mental. Bukan soal lama perjalanannya, kan kita cuma duduk manis di kereta. Namun, drama-drama kecil tetapi  menyebalkan itu yang membuat kami benar-benar emosi dan rasanya ingin menyerah saja.

Semua berjalan baik-baik saja hingga kami tiba di stasiun Salerno, tempat kami transit untuk menunggu kereta selanjutnya. Stasiun Salerno ini tidak terlau besar, tapi cukup lengkap karena menjadi salah satu kota transit yang dilewati oleh kereta-kereta cepat. Kami berdua bergegas menuju nomor peron yang tertera di layar petunjuk karena kereta kami berangkat dalam waktu sepuluh menit lagi.

Sesampainya di peron, sudah ada kereta yang sedang berhenti di situ. Di layar peron tertulis dua baris jadwal keberangkatan, yang pertama adalah jam 12.29 kalau tidak salah yang menuju Napoli, dan jam 12.37 yang menuju Roma, kereta yang akan kami naiki. Secara otomatis, tentu saja kami berpikir kalau kereta kami akan datang setelah kereta menuju Napoli ini berangkat. Namun anehnya, hingga lewat jam 12.29, kereta ini tak kunjung bergerak. Ok, mungkin saja memang sedikit delay. Kami tetap menunggu hingga pada pukul 12.37, tiba-tba kereta di hadapan kami ini bergerak. Dan anehnya, setelah kereta ini pergi, baris kedua di layar petunjuk pun menghilang. Lho…jangan-jangan.

Sedikit panik, kami berdua memutuskan untuk bertanya ke petugas stasiun. Di situ ternyata tidak hanya kami saja yang komplain terkait jadwal kereta yang tak sesuai jadwal. Beberapa di antaranya adalah orang asing, temasuk aku. Aku berada tepat di belakang dua orang travelers dari China. Kudengarkan apa yang dia katakan, si traveler ini berkali-kali menjelaskan kalau keretanya tiba-tiba berangkat mendahului kereta yang mestinya berangkat sebelumnya. Jadi dia minta ganti untuk tiket keberangkatan selanjutnya. Dan si petugas stasiun ini malah balik marah, mengatakan kalau keretamu itu sudah berangkat, ya salahmu kenapa telat!

Ok, dari situ aku paham ini sedikit sulit dijelaskan karena aku yakin si petugas ini tidak sadar kalau ada kesalahan jam keberangkatan. Dia pasti hanya melihat berdasarkan data yang ada sekarang, yaitu kereta yang menuju Roma sudah berangkat. Mereka yag awalnya menginginkan ganti rugi dengan mendapatkan tiket yang baru, terpaksa harus menerima kenyataan  untuk mengubah tiket mereka dengan jadwal selanjutnya, dan tidak mendapatkan uang ganti rugi. Dan hal ini terjadi pula padaku. Saat giliranku tiba, aku tak ingin komplain dengan hal yang sama karena aku tahu itu hanya akan percuma saja, menguras tenaga dan emosi yang berakhir sia-sia. Kuputuskan langsung mengatakan kalau aku ketinggalan kereta, dan aku mau membeli tike yang baru ke Napoli. Wes, kelar ga pake ribet.

Bisa dikatakan, kami ini juga sedikit salah pilih waktu. Tanggal 3 Januari merupakan arus balik orang-orang yang baru saja kembali dari kampung halaman masing-masing sehingga kereta ini begitu penuh. Bukan penuh karena tak bisa duduk, tapi penuh karena orang-orang yang meletakkan koper mereka dengan sembarangan. Ok, aku bisa memahami jika koper mereka besar-besar sehingga bagasi yang tersedia kurang untuk menampung semua koper tersebut. Namun, yang menjadi pertanyaanku adalah kenapa tidak ada petugas yang membantu untuk menata koper-koper tersebut.

Meskipun masih ada celah di bawah kursi penumpang yang bisa dimanfaatkan untuk meletakkan koper, banyak di antara mereka yang memilih meletakkan koper-koper di lorong, yang mestinya menjadi free space untuk berjalan. Aku dan si Mak sama sekali tak menemukan celah kosong untuk meletakkan koper. Dengan terpaksa, aku meletakkan koperku di di depan kursiku, dan sedikit memakan tempat di lorong. Aku sudah tak peduli lagi meskipun aku harus merelakan kakiku kaku selama perjalanan karena tak bisa bergerak sama sekali.

Sialnya, kereta yang dijadwalkan tiba di staiun Napoli jam 13.12 ternyata tiba lebih cepat. Bahkan belum genap satu jam perjalanan kami, tiba-tiba sudah ada pengumuman kalau kereta akan sampai di Napoli 5 menit lagi. Aku dan si Mak langsung panik, kami harus segera bersiap-siap. Namun, karena kami mendapatkan kursi yang tepat berada di tengah sedangkan lorong ini begitu penuh dengan koper-koper, aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa menuju pintu keluar.

Aku berusaha mengangkat koperku dengan kedua tangan, melewati space yang begitu sempit ini. Setelah itu, baru aku membantu si Mak untuk mengangkat kopernya. Perjuangan tak sampai di situ saja. Di dekat pintu keluar, kami berdua stuck lagi karena tak ada celah sedikit pun untuk kami bisa keluar padahal kereta sudah sampai di stasiun Napoli, dan tidak lama lagi akan berangkat.

Di saat pusing memikirkan bagaimana caranya bia keluar dari gerbong kereta ini, akhirnya ada orang yang berbaik hati membantu kami. Seorang pria Italy, yang kebetulan berada tepat di pintu keluar, dia membantuku mengangkat koperku dan membawanya turun hingga keluar kereta. Setelah itu, dia kembali lagi untuk membantu mengangkat koper si Mak. Tak ada hal lain yang bisa aku ucapkan selain kata terima kasih saja karena tak berapa lama setelah dia menurunkan koper si Mak, kereta pun berangkat.

Rupanya, saat itu alam semesta memang sedang ingin mengerjai kami. Tak sampai hanya harus ketinggalan kereta dan hampir tak bisa keluar dari kereta, di Napoli kami bertemu dengan rintangan selanjutnya. Selama di Milan, aku beberapa kali mengganti tiket keretaku di mesin tiket secara otomatis, jika kami memutuskan untuk mengganti jadwal. Hal ini pula yang aku lakukan di Napoli. Karena kami sudah ketinggalan kereta yang menuju Roma, kami berniat mengganti tiket menuju Roma yang sudah kami beli sebelumnya. Namun, yang terjadi adalah ketika kami memasukkan tiket lama kami ke dalam mesin tersebut, tiket kami stuck di dalamnya. Tiket yang baru tak mau keluar.

Sebetulnya hal ini pernah terjadi sebelumnya, saat kami berada di Milan, dan saat itu ada petugas khusus yang membantu kami untuk mengeluarkannya. Tapi untuk kali ini, kami memang benar-benar sial. Si petugas tak mengerti bahasa Inggris sama sekali. Dan parahnya lagi, sepertinya dia juga tak pernah menemui kasus tiket yang nyangkut di dalam mesin tiket. Merasa sudah tak sanggup lagi menjelaskan dalam bahasa Inggris, kuputuskan menggunakan bahasa tubuh sambil nunjuk-nunjuk tiket yang aku miliki, dan mesin tiket yang berada tepat di depan loket pembelian. Meskipun entah kenapa dia tiba-tiba menjad marah dan bicara dengan nada yang sangat ketus, nyatanya cara ini berhasil membuat dia keluar dari dalam ruangannya.

Kulihat seorang petugas lain keluar dari kantor loket sambil membawa kunci, lalu dia membuka mesin tikert tersebut, dan mengeluarkan tiket kami. Si petugas tersebut langsung menyodorkannya pada kami sambil marah-marah yang kuterjemahkan seperti ini “Nih tiketmu, kamu ngapain sih iseng masukin tiket ke dalam mesin, itu dilarang. Jangan sekali-kali melakukannya lagi!!” kata dia sambil menggerakkan tangan dan kepalanya memberikan peringatan keras dengan tanda silang. Kubalas hanya dengan sedikit senyuman sambil berkata thanks. Lha bukan salahku e, orang mesinnya yang rusak, dan aku udah njelasin pake bahasa Inggris tapi situ yang ngga ngerti. -.-

Habis gelap terbitlah terang, mungkin begitulah kalimat yang pas untuk menggambarkan peristiwa yang kami alami hari itu. Kami sudah membeli semua tiket perjalanan dari Tropea hingga Genoa. Namun, dengan banyaknya kejadian tak terduga ini, tentu kami jadi harus mengganti jadwal keberangkatan setiap tiket yang sudah kami beli tersebut.

Sesampainya di Roma, kuputuskan untuk mengganti tiket kami dari Roma ke Genoa di petugas loket. Kami masih sedikit trauma, takutnya nanti tiket kami stuck lagi di mesin tiket. Aku sudah tak ingin berbedat lagi, sudah cukup untuk hari ini.

Bersyujur, di Roma mereka memiliki petugas khusus yang bisa berbahasa Inggris untuk melayani turis mancanegara. Kuceritakan semua kejadian hari ini, dan kutunjukkan semua tiket yang sudah aku beli hari ini. Dia manggut-manggut, lalu meminta kami untuk menunggu sebentar.

Sebelumnya, aku sudah mengecek jadwal kereta selanjutnya yang menuju Genoa, dan hanya tinggal tersedia tiket kelas eksekutif sehingga kami harus membayar lebih karena Eurail Pass kami hanya berlaku untuk kelas standar. Awalnya kami sudah ikhlas saja jika harus membayar mahal, kami hanya ingin cepat sampai di Genoa dan segera merebahkan diri. Kami benar-benar sudah lelah.

Namun ternyata, sepertinya Tuhan kasihan melihat dua bocah lusuh dan kucel yang kelelahan ini. Tak disangka tak dinyana, si petugas tersebut muncul dengan membawa tiket lama kami yang diberi mark tulisan yang aku tak paham artinya. Yang jelas, dia berkata bahwa dia sudah memesan dua buah kursi kelas eksekutif untuk kami, dan gratis. Tak perlu bayar sepeser pun karena itu adalah murni kesalahan dari pihak perusahaan kereta. Thanks, God!

Beda kelas memang beda rasa, ya. Jika kelas standar berisi empat buah bangku yang saling berhadapan, maka kelas eksekutif hanyalah dua buah bangku dengan total jumlah kursi yang tersedia dalam satu gerbong adalah separuh dari kelas standar. Bisa dibayangkan kan betapa longgarnya dan kami bisa selonjoran bebas tanpa ada koper maupun orang lain yang mengganggu ruang gerak kami. Lebih istimewanya lagi, kami juga mendapatkan full service seperti di pesawat. Mau makan apa, mau minum apa, tinggal minta saja. Kuanggap ini setimpal bahkan lebih, untuk mengganti  segala kejadian buruk yang terjadi hari ini. Sesampainya di Genoa, tanpa mandi kami langsung merebahkan diri di kasur, dan tak sampai lima menit kami pun tertidur pulas.

Leave a comment